Tepat pukul 10.20 WITA, Rabu (23/4), GIA yang saya tumpangi dari Jakarta, mendarat mulus di bandara Syamsuddin Noor, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, setelah menempuh perjalanan sekitar 1 jam 23 menit. Ini adalah kunjungan pertama kali saya ke propinsi “seribu sungai”. Jadi, semangat saya begitu tinggi datang ke Banjarmasin. Kota Banjarmasin dalam khazanah politik nasional lumayan ternama. Bahkan, konon dulu Bung Karno pernah hendak menjadikan Banjarmasin sebagai ibukota negara.
Masih mengusung misi untuk mendorong peningkatan kualitas manajemen penerbitan pers, kali ini kantor saya bekerjasama dengan Dewan Pers, kembali menggelar program lokakarya manajemen pers bagi penerbit lokal. Sasaran kali ini adalah para penerbit media cetak se wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Tiga hari saya berada di pusat kota Banjarmasin, tepatnya di hotel Arum, Jl Lambung Mangkurat, mengawal program ini.
Sekitar 25 peserta hadir mewakili penerbitan mereka masing-masing. Lazimnya media di daerah, sebagian besar kawan-kawan peserta ini datang dari penerbitan mingguan dan bulanan. Sedikit yang berasal dari koran harian. Diantara yang berasal dari koran harian adalah Banjarmasin Post, Barito Post, Metro Banjar, Kalteng Pos, Palangka Pos, dan Radar Sampit. Harian Radar Banjarmasin dan Kalimantan Pos juga kami undang namun tidak hadir. Sementara sebuah harian anyar di kota ini, Mata Banua, luput kami undang akibat ketidaktahuan saya dan kawan-kawan kantor.
Sepanjang yang saya amati, dibanding kota-kota lain yang pernah saya kunjungi, ritme kehidupan pers di Banjarmasin tampaknya masih kurang menggigit, walau itu –konon– tidak mengurangi dinamika persaingan antarpenerbit di kota yang berpenduduk 662.825 jiwa (2005) ini. Wilayah propinsi Kalsel sendiri berpenduduk 3.396.680 jiwa (2007).
Hal klasik yang saya jumpai di Banjarmasin, seperti juga di kota-kota lain, umumnya para penerbit koran mingguan dan bulanan di kota ini, tidak fokus menjalankan bisnis media mereka. Melainkan, acapkali, menjadikan media milik mereka sebagai “jembatan” bagi bisnis-bisnis yang lain. Makanya, jamak dijumpai di berbagai kota, termasuk Banjarmasin, ada penerbit koran mingguan yang juga pengusaha percetakan sekaligus pula mengelola bisnis perdagangan umum. “Biar saling mendukung dan mengisi,” begitu kilah mereka setiap kali saya tanya mengapa begitu.
Ah, ya sudahlah… Saya selalu beranggapan itu sah-sah saja mereka miliki, sepanjang bisnis media yang mereka geluti benar-benar dijalankan secara profesional. Harus diakui, betapa sulitnya bicara profesionalisme di daerah, khsususnya di bidang penerbitan pers. Saya berkali-kali menjumpai wacana profesionalisme meluncur mulus dari beberapa pengelola pers di daerah. Namun, ternyata tidak diimbangi dengan kelyakan upah bagi para karyawan penerbitan mereka. Kualitas produk dan pemberitaan pun juga masih jauh dari standar.
Sungguh, semua bermuara pada “keterbatan”. SDM yang terbatas, modal yang pas-pasan, teknologi yang masih ala kadarnya, dan sejenisnya. Apakah itu juga potret pers lokal di Kalsel dan Kalteng, khususnya kota Banjarmasin? Saya kira begitu. Sedikit sekali pers lokal yang sudah benar-benar bonafid. Dua grup besar –KKG dan Jawa Pos– memang menancapkan kuku di sana, melalui Banjarmasin Post dan Radar Banjarmasin. Selebihnya, murni koran lokal yang dibangun oleh pengusaha lokal pula. Macam Barito Post, Kalimantan Post, dan Mata Banua tadi.
Saya sebenarnya sangat menaruh harapan besar atas kemunculan koran-koran di luar kelompok besar semacam itu. Mereka memang tak bermodal raksasa, meski –sejujurnya– kalau melihat jejak pengalaman kawan-kawan kelompok Jawa Pos, seperti Radar-Radar itu, mereka pun juga diterbitkan dengan modal yang “ngepres”, tapi akhirnya bisa tumbuh bagus di mana-mana. Walau, tak semuanya bagus, memang.
Umumnya, koran-koran kelompok Radar ini dibekali modal satu set mesin cetak, ditambah stok kertas untuk 2 minggu – 1 bulan, dan modal uang cash sekitar Rp 100 juta. Lalu, bismillah…!!!!!!!!!!
Meniru konsep Radar, sebenarnya menurut saya sangat logis dilakukan oleh koran-koran non grup di wilayah Kalsel dan Kalteng ini. Di Pekanbaru, saya pernah menjumpai model koran mirip2 Radar ini, dengan nama Metro Pekanbaru. Konon, dia hanya bermodal tak sampai Rp 1 miliar, dan kini kabarnya jalan lumayan bagus.
Satu hal yang menarik, format hampir semua koran harian di Kalsel dan Kalteng rupanya sudah “seragam” ukuran junior broadsheet (7 kolom). Pun dengan harga eceran. Semuanya seragam Rp 2.000/eks. Mulai dari Banjarmasin Post, Mata Banua, Radar Banjarmasin, Barito Post, dan Radar Sampit. Hanya Metro Banjar yang bertarif “seceng” alias seribu perak. Maklum, koran metropolitan, dengan ketebalan paling tipis, cuma 12 halaman.
Sejujurnya, saya belum mendengar kisah-kisah yang “dramatis” dalam menjalankan bisnis koran di Banjarmasin. Belum sedramatis di Makassar, Balikpapan, Palembang, dan Medan, misalnya. Boleh jadi ini karena populasi penduduk Banjarmasin yang terbilang “sedikit” dibanding kota besar lain, atau juga karena suasana kota yang kurang hidup di malam hari. Banjarmasin adalah kota santri. Setiap azan maghrib berkumandang, jalanan di kota ini nyaris sepi. Suasana malam di atas pukul 21.00 juga tak seramai, katakanlah, Pekanbaru.
Toh, Banjarmasin, dan Kalsel secara umum, tetap menyimpan pesonanya sendiri. Kekayaan alamnya yang belum kunjung habis dieksplorasi –batubara, kayu, dan batu-batu mulia semacam intan– adalah simbol kemakmuran propinsi tersebut. Karenanya, saya haqul yakin, masih banyak ruang dan peluang bagi media lokal untuk berkembang. Kiatnya, tetap harus terus berinovasi, meski dengan segala keterbatasan yang ada. Bukankah dalam keterbatasan itu, acapkali muncul gagasan-gagasan brilian???
Diluar aktivitas mengikuti lokakarya, saya sempat sedikit “mencuri waktu” untuk menikmati suasana dan keramaian floating market di sungai Barito, dan mencicipi masakan khas Soto Banjar. Cukup mengobati rasa kecewa saya karena tak sempat mampir ke Martapura. ***
PS: Terima kasih saya untuk bung Yudi Yusmili –kawan baru dari Harian Mata Banua– yang telah memberi koreksi dan tambahan atas postingan saya ini sebelumnya, sehingga perlu saya edit. Terima kasih, kamsia, matur nuwun…!!!
Hallo. Kalau nanti datang lagi ke Banjar kontak saya. Saya menawarkan diri jadi guide. Boleh dibayar boleh tidak, he..he..he.
Saya kebetulan bekerja di Mata Banua, sejak koran ini terbit pertama 10 Juli 2006. “Keterbatasan”? Saya setuju dengan pendapat Anda. Soal “jembatan” sepengetahuan saya memang begitu.
Saya pribadi menilai, Banjarmasin belum punya koran yang bonafide dengan standar yang ada sekarang. Soal liputan, nyaris semua media, menurunkan tulisan yang seragam. Membaca koran harian, pembaca cuma disuguhi berita “talking news”. Pejabat ngomong, DPR ngomong. Jika Anda membaca halaman hukum dan kriminal, di situ adalah halaman pejabat polisi ngomong. Wartawan cuma menyalin omongan polisi. Tidak ada sisi lain.
Salam.
Wah, bangganya kota saya tercinta bisa diminati oleh orang lain dari kota lain. Terimakasih karena sudah menulis tentang kota Banjarmasin. Datang lagi ya..
salam kenal ya.saya dulu sempat 6 bulan di wartawan harian lokal.memang koran di banjarmasin (tdk semua), terkesan menyalin omongan pejabat juga polisi.juga sering muncul berita seremonial yg gak penting bgt dibaca utk khalayak ramai.namun saya bangga, karena kami punya koran sekelas Banjarmasin Post.katanya, pernah menjadi koran daerah dgn bahasa indonesia terbaik di indonesia serta menjadi koran dgn oplah serta omzet iklan paling besar di antara koran daerah yg termasuk dlm grup Kompas.
saya juga pernah, dihadapkan pd keserbasalahan dlm menulis berita.saat itu, ada sebuah demo penutupan rumah bilyar selama bulan puasa.demo itu saya liput sampai habis, sampai kantor langsung saya tulis.eh, ternyata gak diterbitkan.saya mendapatkan jawaban, bahwa alasan tdk terbit karena pengusaha bilyar telah beriklan di koran saya itu.
begitu juga dgn liputan ttg penutupan diskotik, nasibnya sama.
main lagi ke banjarmasin, kota yang memang indah dg budaya sungainya, lezat dgn kulinernya, relijius dgn warga muslimnya, tersohor karena pasar terapungnya.
mampir juga ke blog aq ya…
aku mengundang anda untuk bergabung dengan komunitas blogger kalsel (kayuhbainbai.org)
salam chandra (soulharmony.wordpress.com)
Pak,saya minta informasi harga untuk pasang iklan baris di koran bapak berapa dan apakah ada kantor perwakilan koran bapak di jakarta.Tolong kirim informasi via E-mail.Tks.