Sore ini, Senin (19/5), saya bersama dua pengurus kantor dan dua staf sekretariat, bertemu Menteri Perhubungan Jusman Syafei Djamal. Urusan pokok yang kami sampaikan adalah meminta beliau agar membantu mengupayakan kepada Garuda dan Merpati Nusantara Airlines (MNA) kembali memberikan diskon tarif angkutan udara produk pers. Sejak 2006, secara sepihak Garuda memang menghentikan fasilitas yang dinikmati penerbit media cetak anggota kantor saya (SPS Pusat), berupa reduksi angkutan produk pers sebesar 25 persen ke 8 kota tujuan di tanah air.
Ketika itu, manajemen Garuda beralasan bahwa produk pers sama halnya dengan produk cetakan yang lain, karena itu harus dikenai tarif premium. Tidak lagi seperti tarif barang pos, yang mengharuskan kesegeraan untuk diantar pada kesempatan pertama.
Sesungguhnya, justru produk pers, terutama koran harian, memiliki tingkat kesegeraan lebih tinggi dibanding umumnya produk surat-menyurat yang dikirim melalui pos. Pers menyampaikan informasi bagi publik, guna memenuhi hak masyarakat untuk tahu (right to know). Belum lagi, terhadap pers –sesuai UU No. 40/1999 tentang Pers– diberikan amanat fungsi informasi, pendidikan, kontrol sosial, dan hiburan. Jika produk pers cetak terlambat –beberapa jam saja di lokasi tujuan– maka informasinya pun akan menjadi basi. Ini akan semakin menambah deret panjang “kekalahan” media cetak terhadap media elektronik dan internet.
Itulah sebabnya, kantor saya mendorong pemerintah, melalui Menteri Perhubungan, agar bisa mengajak Garuda Indonesia untuk merundingkan, sekaligus bekerjasama lagi dengan para penerbit media cetak, dengan memberlakukan tarif non premium atau sama dengan produk Pos. Permintaan semacam ini sebenarnya lazim diberikan, ketimbang meminta subsidi yang bersifat konsumtif. Sebab, selain akan membuat penerbit media cetak kembali bergairah mengirimkan produk-produk mereka lebih luas ke tengah-tengah masyarakat, sekaligus bisa membantu menekan tingginya biaya produksi para penerbit tersebut.
Jamak dipahami, kini semenjak harga kertas koran naik sekitar 13,5 persen pada kuartal kedua 2008, banyak penerbit yang menjerit akibat melangitnya biaya produksi mereka. Apalagi jika kelak ditambah dampak kenaikan BBM yang hampir pasti akan diberlakukan dalam waktu dekat.
Tampaknya, Menhub merespons positif permintaan kami ini. Bahkan ia meminta agar kami segera menulis lagi surat kepada beliau, dengan detil perhitungan besaran kuota yang diminta untuk diberikan reduksi tarif, lengkap dengan rincian kota-kota tujuan. Menurut Menhub, besaran kuota itulah yang bisa digunakan untuk perhitungan manajemen Garuda mempertimbangkan kebijakan reduksi dimaksud. “Saya kira ada peluang untuk mendapatkan kebijakan ini. Mudah-mudahan, surat SPS Pusat nanti akan saya jadikan sebagai lampiran surat yang akan saya kirimkan kepada Direksi Garuda Indonesia,” ujar Menhub optimis.
Sore itu pun, saya dan pengurus keluar dari ruangan Menhub di lantai 9 Gedung Karsa, Departemen Perhubungan, Jl Medan Merdeka Barat No. 7, Jakarta Pusat, dengan wajah sumringah. Kalau ini gol, maka anggota kantor saya akan kembali menikmati benefit yang sempat hilang dua tahun ini. ***
naiknya harga kertas koran saat ini, memang sudah mulai meresahkan perusahaan penerbitan, termasuk koran-koran lokal dengan omset yang masih sedikit,,,