Satu lagi koran harian anyar beredar di pasar. Harian Jogja (Harjo), sebuah harian umum yang diterbitkan kelompok Bisnis Indonesia, sejak Senin 19 Mei 2008, mulai menyapa warga Jogja dan sekitarnya. Dibandrol eceran Rp 2.000 eksemplar, koran ini mulai resmi terbit sehari kemudian, tanggal 20 Mei 2008, senyampai merayakan seabad Hari Kebangkitan Nasional.*) Pada edisi tanggal 19 Mei, yang di malam harinya diselenggarakan peluncuran di kompleks Kepatihan, Jl Malioboro, Jogja, koran ini masih menyebutkan edisi 00, terbit 24 halaman. Edisi ini memang dirancang sebagai edisi perkenalan kepada khalayak, wa bil khusus undangan, pada peluncuran Harian Jogja tersebut. Tampil dengan komposisi 2 x 4/1 4/1 1/4, dengan ukuran 7 kolom x 540 mm (gutter: 4 mm). Semboyan Harjo adalah Berbudaya, Membangun Kemandirian. **)
Nyaris tak ada kasak-kusuk menonjol sebelum koran yang berkantor di Jln. MT. Haryono 7B, Yogyakarta, telp 0274-384919 dan faks 0274-411914, 411934 ini terbit. Adalah kebetulan, saya sendiri mendengar rencana kehadiran koran ini sewaktu secara tak sengaja bertemu dengan seorang kawan wartawan dari Bisnis Indonesia di terminal kedatangan bandara Soekarno Hatta, bulan April lalu. Ketika itu, saya baru turun dari Banjarmasin, sementara kawan tadi baru pulang dari Jogja. Dia cerita, kalau sedang mempersiapkan sebuah koran di Jogja. “Kalau mau informasi lebih lengkap, kontak saja mas Djauhar, mas,” sarannya pada saya. Djauhar yang dia maksud, adalah Ahmad Djauhar, sang Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia. Dalam struktur manajemen Harian Jogja, Ahmad Djauhar menjadi Presiden Direktur PT Aksara Dinamika Jogja, penerbit koran tersebut.
Harian Jogja hadir menggenapi kisah pertempuran yang tentu akan segera bergolak dengan para incumbent —Kedaulatan Rakyat, Bernas Jogja, dan Radar Jogja. Sementara, di luar itu, di Jogja juga muncul edisi Jateng – DIY dari Kompas dan SINDO. Mengapa Jogja dipilih oleh Bisnis Indonesia untuk melebarkan sayapnya, setelah sukses di Solo dan Depok? “Karena berdasarkan survei ACNielsen, pembaca Jogja adalah yang tertinggi dibanding pembaca dari kota-kota lain,” dalih Djauhar. Ia memang benar, bahwa masyarakat Jogja paling gemar membaca (koran). Tapi, apa benar juga masyarakat Jogja memiliki daya beli koran yang lebih tinggi dari kota-kota lain di Indonesia? Ini yang belum pasti.
Sebuah joke pernah mengemuka begini. Konon, di beberapa kawasan di kota Jogja, muncul sebuah usaha unik. Yakni persewaan koran, tabloid, dan majalah. Jadi, setiap orang boleh membaca tabloid atau majalah di tempat itu, sambil dibawa pulang, dengan ongkos sewa ala kadarnya. Joke yang konon ada benarnya itu, muncul sebagai olok-olok bagi orang-orang Jogja yang lebih gemar meminjam dan menyewa media cetak ketimbang membeli sendiri.
Apa pun joke itu, rasanya perlu dibuktikan lebih lanjut kebenarannya. Tak bisa dipungkiri, populasi Jogja dominan dipenuhi oleh para pelajar dan mahasiswa dari seantero republik ini. Mereka tentu tak bisa diharapkan menggandakan belanja media mereka. Kalau pun toh harus membeli koran, saya kira mereka umumnya akan membeli satu jenis koran saja.
Beberapa kali menerima kunjungan mahasiswa dari Jogja ke kantor saya, dengan sengaja saya kerap lakukan survei kecil-kecilan. “Siapa dari Anda yang ada di depan saya ini biasa membaca koran setiap hari?” Nyaris hanya kurang dari lima jari tangan saya. Apalagi yang membeli koran. Mungkin hanya satu dua, dari sekitar 50 orang mahasiswa yang hadir saat itu. Fenomena ini juga saya jumpai saat menerima kunjungan mahasiswa dari Semarang di kantor. Pendek kata, mahasiswa secara umum rupanya semakin emoh membaca koran.
Kira-kira, mengapa mereka tak sudi membaca koran lagi sekarang? “Karena koran, khususnya di Jogja, semakin tidak menarik bagi kami. Isinya tidak lagi mencerminkan kebutuhan riil pembaca seusia kami,” kata mahasiswa dari Jogja ini beralasan. Apa yang tidak menarik? Apakah kontennya? Ataukah desainnya? “Konten terlalu serius dan desain juga terlihat tua,” lanjut mereka.
Jika demikian, simpul saya, di Jogja memang, koran-koran yang sudah ada maupun yang akan terbit baru, mesti memerhatikan aspirasi pembaca muda ini. Seperti di kota-kota lain di Indonesia, sudah jamak terjadi, ada pembaca fanatik bagi setiap media cetak. Di Jogja pun begitu. Saya, misalnya, dulu adalah pembaca fanatik Kedaulatan Rakyat. Sejak hijrah ke Jakarta, saya tak bisa mengikuti secara rutin lagi Kedaulatan Rakyat, meskipun kini saya kembali bisa mengamatinya karena di kantor terdapat kiriman rutin dari koran tertua di Jogja itu.
Nah, pembaca fanatik ini memiliki akar sejarah yang panjang. Kawan-kawan penerbit di Medan, misalnya, sering mengeluhkan sulitnya merebut pembaca fanatik dari tiga penguasa koran di Sumut –Analisa, SIB, dan Waspada. Fanatisme terhadap sebuah koran, membutuhkan perjuangan luar biasa untuk direbut oleh koran-koran anyar.
Nah, Harian Jogja, saya kira, menghadapi situasi yang serupa. Ia tidak perlu nekat menabrakkan diri pada komunitas pembaca fanatik koran-koran incumbent di Jogja. Seharusnya, dengan cara dan gayanya sendiri, Harian Jogja perlu mencari ruang-ruang bagi pembaca baru di Jogja dan sekitarnya. Tampilan perdana Harian Jogja bagi saya memang belum terlalu “kena” betul untuk ukuran orang Jogja. Meski saya kira sudah cukup lumayan. Entah kenapa, sebagai orang Jogja, saya merasa ada yang masih kurang. Mungkin ini feeling yang sulit dilukiskan. Atau mungkin, saya juga terperangkap dengan fanatisme terhadap koran-koran incumbent di Jogja. Entahlah….????!!!!!!!!
Sebuah PR jelas menghadang di depan para pengelola Harian Jogja, untuk mengekor kisah sukses kakak kandung maupun ibunya —Solopos dan Bisnis Indonesia. Terus berbenah, mencari selera dan kebutuhan masyarakat Jogja yang lebih pas, adalah upaya yang harus dikerjakan secara berkesinambungan oleh manajemen Harian Jogja. Sukses buat Harian Jogja. ***
*) & **) Terima kasih atas koreksi mas Ahmad Djauhar, Presiden Direktur PT Aksara Dinamika Jogja, penerbit Harian Jogja (Harjo).
Matur nuwun, Mas Asmono, atas ulasannya yang sangat mengena dan menambah semangat kami untuk meningkatkan kualitas Harian Jogja itu, sehingga dapat memenuhi aspirasi sebagian warga Jogja yang belum berkenan membaca atau berlangganan suratkabar sendiri.
Ada beberapa koreksi kecil dari saya. Edisi perdana justru yang diterbitkan persis pada 20 Mei 2008, senyampai merayakan seabad Hari Kebangkitan Nasional. Untuk yang edisi 00 tertanggal 19 Mei 2008, itu memang dirancang sebagai edisi perkenalan kepada khalayak, wa bil khusus undangan, pada peluncuran Harjo di Bangsa Kepatihan pada 19 Mei, pk. 19.00 WIB.
Harian Jogja terbit 24 halaman tiap hari, dari Senin hingga Minggu. Tampil dengan komposisi 2 x 4/1 4/1 1/4, dengan ukuran 7 kolom x 540 mm (gutter: 4 mm). Semboyan Harjo adalah Berbudaya. Membangun Kemandirian.
Begitu, mohon doa dan restu pembaca sekalian.
Ahmad Djauhar
selamat bertarung dengan para incumbent…
tetep semangat, yang muda jangan takut sama yang tua…
HAYO..KALAU BERANI MELAWAN AKU…….?!!! Aku siap duwel…………
Dear Pak Asmono,
Terima kasih sudah memberikan info singkat tentang Harian Jogja yang belum lama ini dimunculkan. Kebetulan, Saya adalah salah satu warga Jogja yang saat ini cenderung memilih membaca koran on-line daripada koran cetak. Salam, Cahya
Terima kasih atas ulasannya yang ciamik
Mas, saya ingin mengisi artikel di HarJo, bagaimana caranya, apakah ada link elektroniknya? Trims.
sorry email sy yg betul bwn@gerindra-forum.or.id
Apa yang ada di Harjo tapi nggak ada di KR, Bernas, Radar Yogya atau koran Merapi? Untuk Pak Ahmad Djauhar selamat dan sukses serta semoga Harjo berumur panjang.
Mas…aq boleh minta alamat lengkap dari Harian Jogja Mas, baik itu no telepon dll.
Terima kasih
Iqbal A I
liburan depan, pingin ke jogja sambil mudik. pingin lihat ah, kiprah Harian Jogja dalam meramaikan kancah media cetak di Jogja.
Satu lagi alternatip……
Viva Harjo …
Buat ayahanda Nyoto yang sekarang menukangi Harjo, keep the spirit of Monde !!
Pengalaman jadi arsitek Monde di Depok sedikit banyak bisa juga dibawa ke Jogja. Pastinya ada beberapa hal yang bisa juga ‘diajarin’ ke cah-cah Jogja sebagai cendera mata dari kotanya Pak Nur Mahmudi Ismail.
Salam sukses saja buat awak Harjo semua …
Jadi penasaran juga nih ngeliat bentuk Harjo kayak apa sih. Mudah-mudahan dalam kesempatan ke Jogja bulan Juli mendatang saya bisa ngeliat Harjo. Syukur-syukur bisa mampir di kantornya (Biar ga usah beli, kan pasti dikasih korannya ya kalo berkunjung ke Harjo … :-] )
wew, malu jadinya mas.. disebutkan bahwa Jogja termasuk salah satu kota dengan jumlah penggemar koran tertinggi. malu aku ^.^
aku udah baca koran baru kita kemarin. bagus. semoga kedepannya semakin bagus. maju terus Harian Jogja. eh, HARJO denk!
satu lagi! koran HarJo. semoga menjadi koran yg penuh inspirasi. sederhana tapi wah!
ingat, bangkit itu mencuri. mencuri perhatian……. dengan prestasi.
Saya mahasiswa FISIP Atma Jaya Jogja, Selamat atas lahirnya Harjo dengan selamat… Mudah2an selalu semangatt mengungkapkan kebenaran disekitar kita.
Saya sudah baca dan beli Harjo lhoow… masih harga promosi 1.000 rupiah hehehe…( menyenangkan 😀 )
Gajihe wartawan harjo piro? ideale…..Rp 5/jt untuk wartawan yang baru masuk. baru ini adil…dan tidak ada lagi wartawan yang terima amplop. selama gaji wartawan masih ‘NDHAK GENAH”….amplop masih menjadi DEWA.
Hidup HARJO….!!!!!
Harjo & SOLOPOS bersaudara…
Hidup Harjo!
Isinya harjo perlu ditingkatkan. Cari berita yang benar-benar untuk masyarakat yogya. Jangan kalah dengan koran kr, bernas atau lainnya. Saya percaya, harjo akan jadi besar. Jangan menyerah dan asah terus otak wartawan dan redaktur harjo. Kalau perlu tambah halaman pada hari-hari tertentu. Selamat bekerja.
tampilan koran ini lumayan oke. enak dilihat, meskipun kadang belum enak dibaca, karena proses editing yang teledor. anyway, tetep sukses. Aku yakin koran ini bakal jadi koran masa depan buat wong Jogja.
salam sukses buat pakde HARJO
kayanya bukan hanya harjo dan solopos aja deh yang bersaudara…MONDE jg kaleee……
Harjo, duh menurutku sihh, harjo Bisnis Indonesia banggettt. Tapi kalo Bisnis Indonesia sudah tegas, emang fokus ke bisnis, target marketnya juga jelas. lah kalo harjo masih kurang jelas, mau ke mana…? Kalo mau bisnis ya bisnis dong… ga campur-campur gitu. Porsinya lebih dipertegas antara bisnis, kriminal, sport,dll.Truss, ngeditnya juga suka asal.. Penulisan beritanya juga kurang siip. btw, dah belajar DDJ belum yak… heeheehee, bercanda kok. Yahhh.. gini aja.. saranku sihh, Harjo mesti mempertegas identitasnya dulu. Mau buat siapa?spesifikasinya siapa? Mau merebut pasar yang mana? Siapa tahu malah incumbentnya bukan KR, BERNAS, RADAR JOGJA lho… Trus perlu dipertegas cara penulisannya. perlu dikasih kursus gitu… atau disekolahin di jurusan Jurnalistiknya FISIP ATMA JAYA..(HEE skalian promo) udah ya.. semoga Harjo makin baik.. salam manis pipit
i love u masss…
Buat Mas Udin yang lagi sibuk jadi redaktur..
pangkatmu pancen mundhak dari wartawan ke redaktur, tapi oooaaalah..nyambutgawemu kok ijih koyo buruh nyuk…mangkat jam 13 bali jam 23…bengi ndadak rapat barang…dadi wartawan maneh wae iso golek bodrekan…
bagi saya koran Harjo Lebih baik Karena Saya Sebagai Komandan Securty di Salah satu Wilayah Jogja,….
Semangat Harjo…. Namamu Tua Setua pak Dhe, tapi Semangatmu semuda IPRAS
wah harjo bagus nog
met sukses buat harjo.
harjo,harjo,harjo.
hidup dik …harjo… majuu terusssss pantang, jadikan Yogja Harjois2 sejati (maksude) btw anyway busway(trans Jogja (TJ)) ….. Ijo -ijo buang rambutan semoga dik Harjo di Jogja jadi rebutan …amin
selamat buat harian “harjo”… ditengah persaingan tetap semangat… Hidup “Harjo” Salam buat mas Ibnu P.
selamat buat harian Harjo…satu lagi harian lokal yang mewarnai atmosfer Jogja. Tetep fokus sama idealisme yg independent, jujur, dan transparan.
giamana ya kalo kita mau ngirim rubrik, artikel, opini ato sejenisnya???!!!
d blz y..
gimana caranya kalau mau mengirim karya tulis???
dibalaz ya…!!!
media massa semakin padat
semoga HarJo tdk essensialis dlm memberitakan realitas
kalo begitu jd tdk ada beda dgn
televisi
Kulanuwun, menawi bade kintun artikel menapa saged njujug dipun email? Maturnuwun, wongso.
maju terus
pantang mundur n jadilah yang terdepan
HARJO biasa aja koq ‘ layoutnya masih kaku’ kurang renyah
mugi-mugi HARJO saged nguri-uri kabudayan jogja, langkung-langkung dumateng kraton ngayojokarto hadiningrat. Amiin…
korang bringharjo jozz
tlg klo ada info kamera panasonic md9000 mau dijual
tolong kasih emailnya harjo dong. cz penting bgt….
thank’s…..
Selamat buat Harian Jogja.
Persaingan Media semakin semarak
Kalo bisa di Harjo ada kolom khusus Mahasiswa atau Pelajar dengan begitu dapat membantu anak-anak bangsa untuk berlatih jurnalis
tolong mnt alamat email harjo sekarang please!
mas, saya salah satu mahasiswi Jogja. seneng baca koran, tapi belum pernah baca harjo.
mau tahu, mas, alamat emel harjo ?
saya salah satu mahasiswi yang seneng menulis opini. Mas bisa memberi info kepd saya terkait rubrik opini di harjo?
– apakah rubrik opini harjo ada batas maksimal kolom/tulisan? bisa memberi tahu berapa kolom?
– apakah rubrik opininya berbeda tiap harinya? apakah ada tema2 khusus yang diambil untuk tiap edisi per hari?
Segitu dulu mas, dan terima kasih banyak atas infonya.
asalamuaikum
mo tanya katanya harjo dah jalin kerjasama yak ma ugm?, nah cara daftar jadi wartawan boleh gak kalau dari mahasiswi?cuma pilih hari sabtu n minggu,,,bales yah…nuwun
Kayak apa ya korannya…
Wah sayang…saya dah terlanjur masuk Tribun. La Harian Jogja lahirnya setelah saya hijrah di Pekanbaru.
Anyway…sukses buat koran baru ini…semoga menjadi wajah baru media di Jogja
cayooooooo………….
Tolong diberitakan. Ada sebuah perusahaan ganes, arss baru yang banyak tersangkut kasus pemalsuan ijasah dan kontrka kerja. tapi sampai saat ini masih tetap berjalan. Mohon untuk ditindak lanjuti oleh yang berwenang.
kantor yang ada di Jl Pandjaitan juga mencuri listrik.
bagus tuh harjo…maju terus….yang siap duwel siapa ya…..duwel apa neh….
Gampang dong yg penting saling pengertian aja ok
Menurut saya koran harian jogja cukup baik untuk menggeser pembaca koran putih macam KR, Bernas, Radar dll. Apalagi Harjo juga jujur berani rugi dengan mencetak edisi harga Rp.2.000 24 hal dan edisi harga Rp.1.000 12 hal. Sebab jika dihitung pakai kalkulator merek apapun, harga itu belum memberikan keuntungan yang baik buat aktiva keuangan perusahaanya, apalagi buat laba pemilik sahamnya. Tapi baiklah..bertahanlah kota pelajar mau dicitrakan apalagi kalo bukan dengan kuantitas membacanya. Hanya saja menurut saya, harjo harus memilih anak-anak idealis dalam rekrutmen jurnalisnya. jangan yang sudah terkontaminir kepentingan wartawannya. Agar harjo beda dengan koran yang ada di jogja saat ini. Saya kira manajemen tahu itu. Selamat buat harjo…harjo binangun…!
harjo….harjo…. dah lama aku tak ketemu kamu. rasane dah kangen.piye kabarmu?
tetep semangat ja
apa pun yang kta lahkukan jangan setengah setangah banyak orang mengalami kekecewaan karena setengah setengah
Mas,,,caranya kirim karya atau artikel ke HARJO bagaimana ya..Tolong kasih tahu say.Terima kasih ^^
met ultah pakde harjo? semoga lebih baik di waktu mendatang. oiya, apa saja kolom yang bisa diiisi lewat on-line seperti ini. terus dikirim ke email harjo yang mana?
buat pembaca harjo, salam kenal dengan wong kulon progo yang punya sekolah wirausaha di jogja. mau gabung? kirim aja e-mail ke: jumar.udin@yahoo.com.
saya wartawan harian semarang, buat harjo kok tidak meluas ke jawa tengah tuk wilayah kabupaten semarang dan salatiga, kalau melebar ke sana saya boleh bergabung tuk di wilayah tersebut….tuk membantu harjo dalam promosi dan langanan juga iklan serta pemberitaan……boleh ga ya bergabung ……..!
Gan Nitip iklan mo jual Rumah Siap huni dikawasan godean sleman murah dan bisa nego Hub. 02749255756
Itu yg komen dgn ID “Pemred KR”, bocah bgt yah kalimatnya. Ga bs lbh dewasa sdikit toh Pakde?
Sy mau coba magang d Harjo. Smoga bs mberikan kontribusi yg banyak n baik.
Amin…
Assalamualaikum…Apakah ada bagian yang di sediakan untuk para penulis khususnya Mahasiswa untuk mengirimkan tulisan nyan (opini,kritik,essay dll) supaya di muat di “Harian Jogja” . Kalau ada bagaimana caranya Pa? Terimakasih…
You have brought up a very superb points, thank you for the post.
di harian jogja buka pkl buat anak SMk gag ya
koaran kedaulayat